Jumat, 13 September 2013

Indonesia Tanah Air Beta

Bukan anti televisi, tapi aku memang kurang suka nonton televisi.
Terlebih program-program televisi yang ada masih belum mengakomodir keinginanku akan program-program televisi yang edukatif dan memacu pola pikir produktif, inovatif dan kreatif.

Yang banyak justru kuis-kuis yang mendorong pola pikir pemalas
Sinetron yang justru memicu pola pikir konsumtif dan apatis
Program program untuk kaum muda yang tidak jelas juntrungannya
Pokoknya televisi itu lebih banyak madharatnya dibanding manfaatnya.

Eh, secara tak sengaja aku nonton tivi yang merupakan akar pertelevisian Indonesia yang justru sudah semakin dilupakan (atau tepatnya memang dibuat terlupakan oleh kaum kapitalis liberalis), yaitu TVRI.
Secara kebetulan juga aku melihat ada sosok yang menjadi idolaku sejak dulu, Slamet Rahardjo dan Arswendo Atmowiloto di program "Tanah Air Beta"

Satu yang aku garis bawahi dari program tersebut adalah bahwa, secara format Rakyat Indonesia sudah merdeka. Merdeka dari penjajahan Belanda.
Tetapi justru masuk ke dalam cengkeraman penjajahan bangsa sendiri.
Pada satu moment peringatan Hari Kemerdekaan RI (entah tahunnya berapa) hadirlah tamu kehormatan pengukir sejarah dunia, yaitu Mahatma Gandhi.

Gandhi mengatakan sesuatu kepada Soekarno, ada penjajahan yang harus lebih diwaspadai, yaitu penjajahan dari dalam bangsa sendiri. Sekarang. nyata nggak apa yang dibilang Gandhi?

Topik melebar menjadi wacana tentang pemimpin bangsa yang ideal.
Sebenarnya sederhana saja. Peminpin bangsa adalah peminpin yang bisa mewujudkan cita-cita bangsa ini untuk merdeka, yaitu merdeka dari ketakutan alias mendapat jaminan rasa aman. Merdeka dari kesengsaraan alias sejahtera, merdeka dari kebodohan alias semua mendapatkan kemudahan akses atas pendidikan, barulah kita turut berperan dalam percaturan dunia. Ah, bukakah cita-cita itu sudah kita pelajari sejak SD karena ada di Pembukaan UUD 45. Mungkin karena rentang waktu yang panjang sehingga para pemimpin kita banyak yang sudah lupa.

Logikanya, konon katanya, bumi Pertiwi ini kaya raya, sumber alamnya melimpah ruah yang tak akan habis dipakai untuk kesejahteraan putra putri pertiwi. Tapi nyatanya?

Satu lagi. Kita, bangsa ini, atau entah siapa yang mempelopori, sudah lupa akan jati diri kita sendiri.
Ingat kah bahwa kita adalah negara agraris, negara maritim? Tapi justru tulang punggung dan ujung tombaknya terabaikan. Hidup dalam kemelaratan. Siapa? Ya petani dan nelayan kita? Lupa ya?

Nah, secara spiritual, akan jadi apa manusia yang melupakan jati dirinya?
Lalu akan jadi apa pula bangsa yang lupa akan jati dirinya?
 
Maaf, saya hanya bisa prihatin dan mengelus dada.

Terima kasih TVRI, Slamet Rahardjo, Arswendo Atmowiloto yang sudah memberikan siraman sejuk dalam wacana pikiranku.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar