Jumat, 02 November 2012

MINYAK PEMANGGIL GENDRUWO

Hmmmmm....
Minggu malam lageeeeee...........
Dapet jadwal ronda lageeeeeeeee......

Ah, kan udah kesepakatan. Gak boleh ngeluh, tauuuuuukkkk....

Tapi malam ini dingin banget.
Abis keliling ambil jimpitan, balik pos ronda.
Eh apa tuh?
Kaya ada sesuatu di atas tiang pos ronda.
Hmmmm kantong plastik.

Isinya apaan ya? Kok mencurigakan sih
Buka ah....
Haaaaaaaaaaaaaaaa, isinya jambu, monyet
Eh bukan ding, jambu monyet bukan jambu, monyet
(He..he..he..jangan nyepelin tanda baca ya. Tuh beda koma aja dah beda maksudnya)

Mendadak ada ide buat bakar kacang mede
maka kubikinlah api unggun.
Tiga, empat, lima, entah berapa kacang mede yang aku masukkan ke dalam unggunan api

Bau harumnya membahana
Mengundang peronda dari RT lain untuk bergabung.

"Eh..malem-malem nggak baik bakar kacang mede mas
itu bau minyaknya menyebar ke mana-mana
bisa mendatangkan genderuwo lho"

Deg!!
Emang sih, bau harumnya meneyebar
Kukeluarkan sebiji dari dalam api.
terlihat minyak yang mendidih di seluruh permukaan kulit kacang mede

Tapi
pemanggil genderuwo...
Aaaaaaahhhhhhhhhhhhhhhhhhh
mau dong ketemu gendeuwo
siapa tahu bisa berteman baik









TUKANG JAGAL...... (iiiiihhhhh seyyyyeeeeemmm)

Pagi itu......
Gema takbir masih sayup sayup terdengar
Kebun belakang rumah mendadak dibersihkan
rapi

Dan..
aku melihat teman baikku akhir-akhir ini diseret dengan tali
dia memberontak, tapi makin kuat pula tarikan orang yang menyeretnya

Aliran kecil pelan-pelan berlenggak lenggok di pipiku
tak tega rasanya melihat si embek dibawa ke tempat pemotongan
aku bergegas masuk rumah.

Tapi panggilan itupun tak kuasa kutolak.
"Mas, tolong telikung kaki belakangnya.
Setelah roboh, mas pegang kepalanya kuat-kuat ya"

Aku hanya bisa menurut, tak mampu menolah.
Kupegang kuat kedua kaki belakang si embek dan kutelikung
Robohlah dia menghadap kiblat.
Aku berpindah tempat
Memegang kepala embek kuat-kuat

Dan.....
Wessssss.............
Darah mengucur deras dari lehernya

"Selamat jalan ke haribaan surga ya kawan
 Berbahagialah karena kamu  menjadi embek terpilih.
 Doakanlah kemuliaan bagi orang yang telah merawatku sejak kecil"

Aku tak kuasa menahan jebolnya bendungan di kelopak mataku.

Ternyata belum selesai.
Masih ada tugas lagi 
Aku masih harus menyayat-nyayat si embek
memisahkan  antara kulit dan dagingnya.

Sementara kutinggal Shalat Jumat
Daging dipotong-potong oleh sekawanan ibu-ibu

Alhamdulillah, jadi 26 kantong
yang harus aku bantu bagi-bagikan siang itu

Ah.......Idul Adha tahun ini punya warna tersendiri buatku.







"METOKKE"

Ehm.....
(Agak) telat dikit gak papa ya.
Masih bulan DzulHijjah yang notabene bulan Haji kan?
Kita juga belum lama kok merayakan Hari Raya Haji, alias Hari Raya Qurban, yaitu 'Idul Adha.

Nah ada satu ritual budaya yang masih lestari sejak aku kecil dulu hingga kini
Ritual di Kampung Halamanku tentunya. Ayo ceritakan ritual yang ada di Kampung Halamanmu.

Ritual ini kami lakukan setiap usai Shalat 'Id.
Baik itu 'Idul Fitri maupun 'Idul Adha.
Namanya METOKKE.

Kata dasarnya adalah METU, yang artinya KELUAR

Disebut metokke, karena kami mengeluarkan sedekah makanan.
Tahu dong. Hari Raya tentunya menu makanannya special dibanding hari-hari biasa kan.

Umumnya kami membawa baki atau nampan berisi hidangan makanan Hari Raya di rumah kami masing-masing. Kami berkumpul di Mushalla terdekat, biasanya dilakukan untuk lingkungan RT atau RW. Ke sanalah kami membawa baki-baki atau nampan-nampam berisi menu hidangan special itu.

Sesampai di Mushallah kami letakkan berjejer rapi di serambi Mushalla. Maka tak heran kalau sepanjang serambi Mushalla dipenuhi baki-baki atau nampan-namapan berisi lontong, ketupat, lepet, sambal goreng, opor atau gulai.

Setelah doa bersama yang dipimpin oleh Pak Kyai, kami bersantap bersama. Eh, kami tidak menyantap hidangan yang kami bawa dari rumah lho. Kami bertukar makanan. Aku tidak makan makanan yang kubawa. Dan aku bebas menikmati makanan siapa saja yang terhidang di situ.

Maka jangan heran kalau dalam satu piring bisa berisi menu makanan dari 4 atau lima orang.

Selain bersantap kita bertukar makanan yang tersisa untuk dibawa pulang. Pagi itu aku mendapat ketupat, lepet dan dan opor dari beberapa orang. Padahal yang aku bawa dari rumah hanya lontong, sambal goreng dan gulai telur. Tentunya ketupat, gulai telur dan sambal goreng yang kubawa sudah berpindah entah ke baki siapa.

Yang jelas pagi itu ritual selesai dan kami pulang dengan penuh suka cita.