Senin, 05 Desember 2011

POHON RANDU


Entah sudah berapa belas atau bahkan dua puluhan tahun lebih pohon randu itu berdiri tegar di sudut pekarangan bapakku. Yang aku ingat sejak aku masih SD buahnya sering dijual oleh bapak kepada tengkulak, sebagai tambahan biaya sekolahku dan adik-adikku. Cabangnya yang banyak, meski tak bisa dibilang rimbun sering dimanfaatkan oleh penjaja keliling atau siapapun yang lewat untuk berteduh.
Bapakku sendiri tidak pernah tahu, siapa penanam pohon randu itu, entah kakek,  entah tumbuh dengan sendirinya. Yang diingatnya, waktu aku kelas 2 Sekolah Dasar, pernah aku terjatuh sehingga cedera tulang tangan kiriku dan menjadi bengkok. Setelah dibawa ke sangkal putung, selain terapi urut bapak disarankan untuk membebat tanganku dengan kulit kayu randu yang besarnya sebanding dengan lenganku. Hal itu pula untuk pertama kalinya aku tersadar bahwa di sudut pekarangan bapak telah tumbuh sebatang pohon randu. Waktu itu tingginya hampir sama dengan tinggi wuwungan atap rumah, dengan beberapa cabang yang tumbuh ke segala arah mata angin dan dihiasi dengan beberapa bunga dan bakal buah yang mengering. Bapak memotong salah satu cabangnya untuk dijadikan bebat tanganku.
Entah berapa belas kali atau lebih dari dua puluhan kali, setiap aku pulang ke kampung halaman, pohon randu itu selalu menjadi titik perhatianku. Karena begitu banyak arti pohon itu pada masa kecilku. Entah untuk bapakku, apakah pohon randu itu juga berarti untuknya. Yang aku tahu, meski sudah tua dan beberapa cabangnya mulai lapuk, pohon randu itu masih kokoh di sudut pekarangan.
Masih sering kulihat juga, penjaja keliling atau orang lewat yang sekedar berteduh di bawahnya. Bahkan tak jarang beberapa anak-anak muda dengan motor mereka berkumpul di bawah pohon randu tua itu, entah apa yang mereka percakapkan di sana, yang jelas pohon randu itu membuat mereka betah berlama-lama bercanda dan tertawa-tawa di bawahnya. Meski terkadang mereka harus merasakan sakitnya tertimpa bakal buah randu yang berjatuhan
...
................
..............................
.......................................

Selasa, 29 November 2011

PELET

P E L E T

          Seperti malam sebelumnya, terdengar perlahan dia terbangun dari tidurnya. Suara berikutnya adalah suara gemerincing kunci motor yang tergantung di paku yang terrtancap di kusen pintu, diambilnya dengan perlahan, seoalah tak ingin suaranya terdengar oleh siapapun. Dengan mengendap endap ia menuju kamar mandi, mencuci muka untuk menghilangkan sembab dan bangun dari rasa kantuk. Sejurus kemudian kudengar pintu terbuka dan samara-samar dapat kulihat dia mengeluarkan motornya. Dijalankannya tanpa menghidupkan mesinya. Setelah lepas di jarak tertentu, baru terdengar suara motor dihidupkan.

Sudah tiga hari ini, tiga dini hari ini, dia pergi secara sembunyi sembunyi. Ke mana tujuannya, aku belum tahu. Tapi aku berniat, setelah pagi ini akan kucari tahu. Ke mana perginya, untuk apa dan dengan siapa. Hal yang aneh, sangat jauh dari perangainya yang kutahu. Mungkin teman-teman dekatnya ada yang tahu, persoalan apa yang sedang dihadapinya. Pelikkah, atau justru memalukan jika ia harus menceritakannya kepadaku, bapaknya.


          Kegelisahannya jelas terlihat sebelum daia beranjak ke kamarnya. Entah apa yang sedang mengganggu pikirnanya. Tidak biasanya pula ia memendam persoalannya sendiri. Atau mungkin dia sedang mencari jalan keluarnya sendiri. Bisa jadi, mengingat usianya yang tengah menginjak dewasa, sehingga merasa gengsi atau terusik jika harus meminta saran orang lain untuk mencari jalan keluarnya.

Kucoba bertanya kepada beberapa orang yang mengenalnya secara dekat. Merekapun tak tahu kemana perginya, anak lelakiku pergi menjelang pagi-pagi buta. Dan itu sudah tiga hari berturut-turut dia lakukan. Yang membuatku herasn kembalinya tak penah sendiri, selalu bersama salah seorang temannya. Itupun tak pernah sempat aku bertanya apapun. Karena begitu sampai dirumah, dia kembali melanjutkan tidurnya dan temannya bergegas pergi dengan membawa motornya.

Berbagai pikiran hilir mudik dalam benakku, hanya bisa menerka-nerka. Yang ada hanya beberapa pikiran-pikiran buruk silih berganti. Jangan-jangan dia mulai menjadi pemakai obat-obatan terlarang, atau malah lebih parah lagi dia ikut dalam sindikat pengedarnya. Ah, pikiran itu yang selalu menghantui pikiranku. Apakah sebagai wujud pemberontakannya waktu tak kuijinkan pergi ke Jakarta bersama teman-temannya untuk mencari pekrjaan? Mungkin saja. Tapi laranganku bukan tak beralasan, sudah kujelaskan secara gamblang padanya dan dia mau mengerti.

          Kutelusur kembali masa-masa yang telah lewat, mencari kesalahan-kesalahanku dalam memperlakukan anak lelakiku itu. Yang kudapati, selalu buntu. Yang kutahu, kami selalu terbuka membicarakan berbagai masalah. Aku mengenal semua teman-temannya, teman dilingkungan rumah , teman-teman sekolahnya dulu, bahkan kini akupun berusaha untuk bisa mengenal dekat teman-teman kuliahnya. Ah, anak lelakiku. Aku berusaha untuk bisa menjadi teman, guru dan penasehat baginya. Aku berusaha untuk bisa ikut mengerti jalan pikiran anak-anak seusianya, kebiasaan-kebiasaan mereka, bahkan hal-hal yang sedang menjadi trend bagi anak-anak seusianya. Aku lebih memilih rumahku menjadi markas bagi kelompoknya daripada dia pergi ke tempat lain yang tak bisa kulihat dan kutahu apa saja yang diperbuatnya.

Dengan berkumpulnya teman-temannya di rumah, aku bisa mengontrol pergaulan anak lelakiku. Apa saja yang mereka lakukan, mereka sukai dan menjadi keingian mereka. Pernah aku dimarahi habis-habisan oleh ibunya saat tahu anak lelakiku mulai merokok waktu kelas dua SMA, itu dia lakukan bersama-teman-temanya pula saat berkumpul di rumah. Entah mengerjakan tugas sekolah, entah berbincang tentang teman-teman gadis mereka, atau entah hanya sekedar nongkrong dan ngobrol yang tidak jelas arah tujuannya.

“Biarlah bu, selama tidak minta uang ke kamu untuk memberli rokok. Mungkin dia sisihkan dari uang jajannya. Lebih baik dia merokok di rumah bersama teman-temannya, dari pada entah dimana yang kita sendiri tidak tahu. Nanti tahu-tahu malah melakukkan hal-hal yang tidak diinginkan, mencuri, madat, mabuk, atau malah menjadi pengganggu wanita dalam arti yang lebih ekstrem. Biara dia lakukan itu, toh hanya merokok dan itu di rumah, dalam wilayah pengawasan kita”

Berali kali aku berikan penjelasan yang serupa, sampai akhirnya istriku bisa mengerti. Bahkan aku relakan membiayai teras rumah untuk dibuat sedemikian nyaman buat anak lelakiku dan teman-temannya berkumpul. Tak jarang mereka sampai tertidur dan terbangun pagi harinya untuk kembali ke rumah masing-masing. Mereka menjuluki rumah kami sebagai ‘base came’. Kadang sampai tengah malam mereka masih ngobrol dan memutar musik yang mereka sukai, yang aku sendiri kadang gak habis piker. Musik Cuma genjrang genjreng dan gedebag gedebug tak karuan. Sebagai imbasnya kami harus mengalah dan memindahkan kamar kami ke belakang supaya bisa bebas dari suara berisik mereka.
“Tapi iangat, jangan sampai tetangga merasa terganggu dengan kegiatan kalian di sini.” Hanya itu saja pesan yang kusampaikan pada mereka

*****

          Kembali terdengar suaranya terbangun dari tidurnya, terdengar pula suara gemerincing kunci motor yang beradu dengan gantunganannya, juga paku yang menancap di dinding. Kuperhatikan dengan seksama, pelan pelan pintunya terbuka. Kulihat langkahnya yang seakan mengendap-endap, sejurus terdengar pekik tertahan. Ah, usahaku membawa hasil.  Sengaja aku letakkan keset basah di depan pintu kamarnya. Supaya setelah menginjaknya membuatnya terkejut dan membuatnya tersadar sepenuhnya.

Selepas tengah malam, sengaja aku pindah tidur di karpet ruang tengah, di depan kamarnya, tempat biasa kami berkumpul untuk sekedar ngobrol dan nonton televisi, dimana bisa kuperhatikan dengan jelas pintu kamarnya dan seluruh ruangan belakang. Dengan berpura-pura terlelap, kuperhatikan semua gerak geriknya. Bagaimana dia membawa keset basah itu ke belakang, meletakkanya di depan pintu kamar mandi. Keluar dari kamar mandi dan menyeka wajahnya, aku yakin ia selesai mencuci mukanya. Tergambar dia akan kesulitan membuka pintu karena kuncinya memang sengaja aku bawa, tak lagi melekat di tempatnya.

Yang kulihat berikutnya, sama sekali tak pernah terlintas dalam pikiranku. Dia berusaha membuka pintu bagai orang kesetanan, ditarik-tairknya gagang pintu dengan paksa hingga menimbulkan suara berisik, membuat ibunya terbangun dan terkaget kaget melihat perbuatan anaknya. Secara naluriah lampu dinyalakanya dan anak lelakiku terkejut bukan kepalang.

Kegusaranya semakin menjadi, melihat kami berdua memperhatikan tingkah polahnya. Dia berlari kembali masuk ke kamar mandi, beberapa saat kemudian keluar dengan keadaan basah kuyup. Dia mandi dengan tanpa melapas pakaiannya. Dengan tergesa-gesa ia kembali masuk ke kamarnya, tanpa menghiraukan kami yang sedang terheran-heran dengan kelakuannya. Selang beberapa saat ia keluar lagi dari kamarnya, masih dengan pakaian yang basah kuyup. Napasnya tersengal-sengal dan matanya memerah.

“Pak, dia kenapa? Kenapa bapak diam saja melihat dia berlaku aneh speperti itu”
“Ibu tenang saja, besok bapak jelaskan semuanya. Sementara ini ibu ikuti saja apa yang bapak lakukan. Duduk tenang dan perhatikan apa yang dia lakukan”

Selesa memberi penjelasan itu kepada istriku, aku tarik anak lelakiku kembali masuk ke kamar mandi. Aku guyuri dia dengan air bertubi-tubi hingga napasnya tersengal-sengal, megap-megap, hingga entah berapa lama aku mengguyuri dia dengan air, sampai dia benar-bener lemas, terduduk di lantai kamar mandi. Aku bangunkan dan kupapah masuk kembali ke kamarnya.

Kutelanjangi anak lekaki ku dan kutidurkan kembali di kasurnya, aku selimuti dan kutunggui disampingnya. Jelas terlihat napasnya tersengal dengan lemah. Biadab, mungkin saat itu aku akan disebut bapak yang biadab bagi orang yang tidak tahu permasalahan yang sedang aku hadapi. Kubiarkan anak lelakiku tertidur dalam kelelahan dan kelaparan. Ibunya masih dengan wajah kebingungan memperhatikan apa yang aku lakukan dari pintu kamar.

          Menjelang tengah hari anak lelakiku terbangun, dengan sempoyongan dia berjalan keluar dari kamarnya. Kupanggil dia ke meja makan dan kami makan bersama. Aku, istriku, anak lelakiku dan kedua orang adiknya, meski waktu belum menunjukkan jam makan siang. Hari itu aku minta istriku untuk masak belut panggang dibumbu santan kesukaan anak lelakiku dan sayur bening daun kelor, sebagaimana dipesankan oleh kyai yang kutemui kemarin.

“Apa besok-besok sudah tidak ada waktu lagi untuk bertemu perempuan itu?”
“Perempuan, ini ada apa sih pak?” Ibunya tiba-tiba menyela. Kupandang matanya sekilas dan aku mengangguk, memberi isyarat untuk diam dan mendengarkan dulu sampai aku selesai bicara. Aku cukup memaklumi kebingungan istriku. Tiga hari ini tak pernah kuberitahu kelakuakn aneh anaknya, juga upayaku untuk mendatangi kyai yang dianggap orang pintar

“Kalau masih juga kamu lakukan yang seperti itu lagi, pergi tengah malam diam-diam untuk perempuan itu. Maka bapak tidak akan segan-segan memandikanmu tengah malam seperti tadi, sampai kamu lemas, tak mampu berjalan. Perempuan itu siapa? Jauh-jauh kamu temui. Kamu sadar tidak, kalau kamu itu sedang dipelet perempuan itu? Kamu lakukan hal-hal yang diluar nalar. Orang yang sedang dimabuk kasmaranpun tak akan melakukan hal gila seperti kamu. Setiap dini hari pergi diam-diam hanya untuk menemui dia. Kamu harus bisa lupakan perempuan itu. Kalau memang dia suka sama kamu, tentunya tak akan membuatmu bertindak gila”

Anak lelakiku terdiam, aku yakin secara sadar dia bisa mengerti apa yang aku jelaskan. Dia sudah tidak lagi dipengaruhi sihir pelet yang ditujukan padanya. Setidaknya begitulah yang dijelaskan kyai itu. Ibunya juga baru menyadari kalau anaknya dipelet oleh perempuan yang menyukainya. Ku katakan padanya untuk mendukung apapun yang kulakukan untuk membebaskan anak lelakiku dari pengaruh pelet itu.

          Malam berikutnya terulang lagi hal yang sama, dan kuulangi hal yang sama pula terhadap anakku.
“Kamu tahu tidak kalau kamu itu sdang sakit. Sakit jiwa, memang bukan gila, tapi segala tindakan yang kamu lakukan semuanya diluar nalar sehat.” Kucoba memberi penjelasan yang berbeda dengan hari sebelumnya. Keinginanku hanya supaya dia paham, dia sadar, dia ngerti, bahwa dia sedang dipelet orang dan aku, bapaknya, sedang berusaha keras untuk membebaskannya. Dia hanya terdiam.

Sampai pada hari keenam, anak lelakiku sudah mulai terlihat kelelahan. Kelelahan jiwa dan raganya. Jiwanya lelah diserang oleh sihir yang dikirm orang lain untuk mempengaruhi jiwanya dan lelah mencerna setiap penjelasan yang aku coba sampaikan kepadanya. Raganya lelah harus selalu terbangun saat harus beristirahat dan kemudian menerima perlakuan tak sewajarnya, kumandikan sampai lemas tak berdaya. Wajahnya nampak semakin pucat, badannya terlihat semakin kurus.

“Apa tak ada cara lain pak.” Begitu ibunya pernah bertanya.
“Kita coba dulu bu, terlalu dini untuk menilai cara ini berhasil atau gagal.”

          Malam ketujuh. Masih kuperhatikan pintu kamar anakku. Tak ada suara apapun. Malam-malam kemarin saat-saat menjelang dinihari seperti ini dia mulai terbangun. Satengah jam berlalu, tak ada kejadian apapun. Satu jam berlalu, semua masih terdiam. Kudekati kamarnya, kubuka pintunya, tak terkunci. Terlihat dia terbaring diam, dari mulutnya kudengar suara tak jelas. Kudekati dan kupegang tangannya. Astaga, kenapa jadi panas begini. Kupegang dahinya, panas. Kubangunkan ibunya.

“Dia demam, bapak sih keterlaluan memperlakukan dia.” Aku terdiam, ada sedikit rasa sesal jika memang dia demam akibat dari perlakuanku. 
“Tidak bu, bapak benar. Beberapa hari kemarin aku seperti mendengar panggilanya dan tak bisa kutunda lagi untuk memenuhi panggilan itu “ suaranya lemah, hampur tak terdengat.
“Malam ini aku benar-benar lelah, tak lagi mampu memenuhi panggilan itu. Apa benar aku kena pelet pak? Kalau benar, aku ingin tak mendengar panggilannya lagi untuk menjemputnya”

Aku tersenyum. Kata orang pintar yang kutemui, jika anakku sudah menyadari pengaruh pelet itu di pikirannya, pertanda ia mulai terlepas dari pengaruh pelet yang dikirim kepadanya. Kupeluk erat anak lelakiku, dan berharap tak ada lagi kejadian seperti beberapa malam terakhir yang menguras tenaga dan pikiranku.

***
Denpasar, Juli 2005

Minggu, 14 Agustus 2011

Saat buka puasa

Suara adzan berkumandang
beberapa teman kerja bergegas mengambil gelas dan menuang teh manis
yang selama bulan puasa ini memang selalu tersedia di gudang

Teh manispun menghuni perut
Alhamdulillah, puasa hari ini tunai sudah
soal pahala dan bobotnya?
hanya Dia yang berhak menilai

Tukang tahu gejrot mangkal di depan toko
beberapa teman memesan
termasuk aku
tanpa bawang merah, banyakin bawang putih,
cabe sebiji, garam seujung sendok teh
Alhamdulillah lagi
Seporsi tahu gejrot menghuni perut

Mengembalikan cobek kecil
pak tahu gejrot sedang makan nasi bungkus di pojokan toko
"Pak boleh kok ambil tempat yang terang dan bersih"
"Terima kasih, disini saja" jawabnya.
"Jualan sampai jam berapa pak"
"Sampai habisnya tahu?"
"Kan masih segitu banyak"
"Biasa, kalau puasa menjelang maghrib baru jalan
 jadi pas sama waktu buka puasa
 kalau siang, takut banyak yang pengin,
 nanti saya dosa, membuat batal puasa orang"

Deg.......
Bertolak belakang
dengan realita kebanyakan orang kita
bekerja di tempat sejuk, mondar mandir naik mobil,
meskipun itu angkutan umum
atau setidaknya motor
kerja tak begitu mengerahkan tenaga
tapi begitu mudahnya meninggalkan kewajiban puasa
kewajiban yang hanya  datang setahun sekali

Masih mungkir?
Coba lihat warteg, warung tenda, warung makan,
rumah makan, cafe, resto, fastfood dan sejenisnya.
Tetap ramai pengunjung pada waktu makan siang.
Dan tak sedikit dari mereka adalah kaum muslim

"Pak titip gerobak sebentar
 saya numpang sholat dulu di masjid sebelah"
Pak tahu gejrot membuyarkan lamunanku.

Selesai dia sholat maghrib
"Ramai pembeli nggak pak selama puasa"
"Alhamdulillah, tetep ada yang beli
 lumayan, buat beli bahan baju untuk kedua anak perempuan saya
 biasanya emaknya yang menjahit sendiri dengan tangan"

Pak tahu gejrotpun berlalu
Dan bermacam rasa simpang siur melewati pikiranku
Tuhan, hinanya aku yang sering lupa bersyukur.


Selasa, 09 Agustus 2011

Catatan Ramadhan 2011 - Puasa Bersama Televisi Kita

Ramadhan demi ramadhan.........
Kegaluan demi kegaluan..........
Tahun demi tahun..............
Tahun ini entah yang keberapa.......

Personal opinion :
Setiap Ramadhan tiba
(maaf mau memebetulkan...lafadnya adalah diucapkan "ROMADHON" 
itu kalau kita bisa baca Al Qur'an atau setidaknya pernah ngaji
jadi bukan diucapkan RAMADHAN .............)
Televisi kita 
Berlomba-lomba menayangkan yang disebut sinetron religi

Di mana letak religinya?
Yaitu pada busana para pelakonnya yang berubah total menjadi busana muslim
Ucapan-ucapannya berusaha untuk memperbanyak kalimah toyibah
meski pelafalannya masih banyak yang keliru dan justru banyak ditiru masyarakat

Isinya?
Masih dengan problema dan intrik klasik persinetronan yang masih jauh diatas awan
jauh dari keseharian masyarakat yang masih memerlukan banyak pencerahan
agar masyarakat kita mampu berpikir secara analitis, produktif dan kritis
supaya bisa bersama-sama bangkit dari keterpurukan bangsa ini yang masih terus berlanjut

Kenapa?
Karena Televisi adalah satu-satunya media informasi dan sarana hiburan,
yang dapat diakses secara masal dengan mudah dan murah.
Justru sebagian besar hanya menyajikan tayangan-tayangan yang semakin melenakan
masyarakat kita dengan dunia khayalnya.....semakin jauh dari dunia nyatanya.

Kembali ke Laptop !!!!
Eh kembali ke Ramadhan
(maaf ya kang Tukul......trade marknya aku pinjam)
Televisi kita dipenuhi dengan yang disebut sinetron religi
 yang menemani sebagian besar masyarakat negeri ini menjelang atau selepas buka puasa.
Waktu sahurpun ditemani dengan berbagai macam kuis dengan hadiah yang menggiurkan
ditemani beberapa komedian untuk bersama-sama berhaha..hihi.....

Lalu dimana upaya pencerahan umat?
Bukan tidak ada, kalaupun ada, prosentasenya sangat minim.
Bertolak belakang dengan moment bulan yang teramat suci itu sendiri.

Realita yang terlihat
Tak jauh-jauh, ada disekitar tempat tinggalku sendiri...
Jarang ada suara tadarusan (hanya satu dua rumah saja)
karena waktu tadarusannya dihabiskan untuk melihat sinetron
dan masih penasaran dengan kelanjutan cerita hari kemarin.
Saat waktu sholat tarwih tiba........
Ha..! Masih sama.
Sayang untuk melewatkan waktu untuk sejenak tertawa-tawa bersama tayangan komedi.
Sebagian juga masih melanjutkan sinetronnya dengan cerita yang berbeda.
Akhirnya............
Demi tayangan televisi yang sangat menarik.......
Tak ada tadarus dan tarawih untuk malam ini, sama dengan malam kemarin, entah untuk esok malam...

Hmmmm............
Rasanya juga tak sampai hati untuk menggugat para Pemuka Muslim maupun Para Ulama
untuk meluangkan waktunya memberi sedikit perhatian atas upaya pencerahan umat.
Paling hanya bisa kusimpan sebagai  keprihatinanku sebagai bagian umat
yang terus berusaha mencari pencerahan sendiri.

Hanya bisa memohon, agar jalan yang tertempuh bukanlah jalan yang terlalu jauh sesatnya.


Itu sebabnya....
Di tempat tinggalku aku lebih suka tiviku membisu, diam dan tidur di sudut ruangan.
Mengingat televisi yang harusnya memberi manfaat kok malah lebih banyak mudharatnya ya.....

Hmmmm......................
(Berpikir dan bertanya dalam hati?)
"Salahkah aku menilai jika kualitas bangsa ini sedang mengalami penurunan?"


Sabtu, 23 Juli 2011

kata sahabat

Seorang sahabat, seorang programmer, pernah bilang padaku..
"Sebenarnya hampir semua program kamu ngerti.
  diajak diskusi selalu nyambung, tapi semuanya masih overall
  coba kamu kuasai salah satunya dengan secara detail
  suatu saat kamu pasti bisa menciptakan satu program sendiri"

Degh!!!!.....
Aku setuju dengan pendapatnya
Terlalu banyak buku yang telah kulahap
tapi semuanya masih mengupas kulitnya
belum sampai pada isinya

Sekarang, aku sedang gandrung dengan dunia menulis..
kembali pesan seorang sahabat mengingatkanku
untuk mengambil salah satu dari sekian banyak yang ada
karena aku ingin ada hasilnya

***mas Fathur........pesanmu sudah menjadi bagian dari prinsip hidupku
      terima kasih telah mengingatkanku

Rabu, 29 Juni 2011

Renungan Diri

Hari ini, Rabu 29 Juni 2011
Melayat seorang kenalan, hampir tiap hari kami bertemu
istrinya pernah bekerja dalam satu atap denganku.
Dia meninggal dini hari tadi
kira-kira jam 2, korban tabrak lari
Meninggalkan seorang istri dan seorang anak balita

Berduyun-duyun kami mengantar sampai pemakaman
riuh rendah suara pelayat
sebagian menceritakan kejadian semalam
yang berujung pada ajal yang menjemputnya

Aku melongok ke liang lahat
warna merah darah masih membekas di kafannya
bagian kepala
sesaat kemudian,
ramai-ramai lahat ditimbun
dua tonggak kayu ditanam
salah satu bertulisan namanya dan tanggal hari ini.

Doa-doa kami panjatkan
dan pembacaan talqin mengingatkanku tentang kematian
untuk kemudian kami pulang,
meninggalkan dia sendiri
terbaring di liang lahatnya

Cerita demi cerita tentang almarhum mengalir
tentang tabrak larinya
tentang sehari sebelumnya
tentang firasat firasat keluarganya

Dan......
tentang keadaannya yang sedang mabuk
menjadi penyebab kecelakaan itu
Astaghfirullah
Na'udzubillahi min dzalik
kemungkaran telah mengantarnya menghadap sang khalik
(mungkin) belum sempat istighfar terucap
(mungkin pula) belum sempat taubat

Merinding,
miris
Ya Rabbunallah
Mohon jalan dan kemudahan bagi taubatku
diantara timbunan dosa-dosa yang telah menenggelamkanku dalamnya
sebelum malaikatMu tertitah mengambil titipanmu
hidupku
nyawaku...........
Amin

Senin, 27 Juni 2011

bidadari

anggun
meniti pelangi ke cakrawala
menari gemulai
tentang seulas senyum penawar rindu
indahnya negeri damai
berhampar cinta kasih
bernaung saling perduli


cantik
berbaju jingga

tersenyum di puncak lengkung pelangi
membawa seribu mimpi
tentang negeri damai
semakin samar di garis cakrawala

Pagi

Pagi.....
hadir memupus mimpi
melayang
berduyun-duyun bersama embun
entah kemana perginya

Sendiri
termangu
mengurai hari terlewati
merangkai asa
meniti hari tanpa tepi
menabuh suara jiwa
..........hidup masih ada

Sabtu, 25 Juni 2011

Bayu, kutitip rinduku untuknya

Kuukir senyummu di batas awan...
menjelma mendung...
berduyun-duyun menyapa sukma
diantara menara rindu

Samar...
menyusup cahaya letih
bercerita seutas kelelahan
sepanjang usiaku

Senyum itu indah
menebar sejuk merasuk sukma
semaikan damai dalam jiwa
menjalari denyut nadi
mewarnai hayat yang masih berlari

.................................bayu
kutitip rinduku untuknya
Ibuku.................

Selasa, 14 Juni 2011

12 kata "JANGAN" yang perlu dihindari dan smoga menjadimotivasi kita

12 kata "JANGAN" yang perlu dihindari dan smoga menjadimotivasi kita;D
by El Khadijah on Wednesday, June 15, 2011 at 12:26pm

1. Jangan menunggu bahagia baru tersenyum, tapi tersenyumlah, maka kamu kian bahagia.

...2. Jangan menunggu kaya baru bersedekah, tapi bersedekahlah, maka kamu semakin kaya.

3. Jangan menunggu termotivasi baru bergerak, tapi bergeraklah, maka kamu akan termotivasi.

4. Jangan menunggu dipedulikan orang baru kamu peduli, tapi pedulilah dengan orang lain! Maka kamu akan dipedulikan.

5. Jangan menunggu orang memahami kamu baru kamu memahami dia, tapi pahamilah orang itu, maka orang itu paham dengan kamu.

6. Jangan menunggu terinspirasi baru menulis. tapi menulislah, maka inspirasi akan hadir dalam tulisanmu.

7. Jangan menunggu proyek baru bekerja, tapi berkerjalah, maka proyek akan menunggumu.

8. Jangan menunggu dicintai baru mencintai, tapi belajarlah mencintai, maka kamu akan dicintai.

9. Jangan menunggu banyak uang baru hidup tenang, tapi hiduplah dengan tenang. Percayalah,. bukan sekadar uang yang datang tapi juga rejeki yang lainnya.

10. Jangan menunggu contoh baru bergerak mengikuti, tapi bergeraklah, maka kamu akan menjadi contoh yang diikuti.

11. Jangan menunggu sukses baru bersyukur. tapi bersyukurlah, maka bertambah kesuksesanmu.

12. Jangan menunggu bisa baru melakukan, tapi lakukanlah! Kamu pasti bisa!

catatan kecil ............(beberapa tahun lalu jilid 03)





Tawon
07062008


Kecil......
Tapi sudah berhasil mengalahkan pertahananku.
Hitam, kecil dan hinggap di kusen pintu site office.
Niatnya sih tidak untuk menyentuhnya.
Hanya berpegangan pada kusen tersebut.

Ternyata telapak tanganku berhasil melakukan blocking,
dan menghambat sang tawon untuk bergerak.
Tapi teryata sang tawon pun gak bodoh kok.
Dia balik menyerang dengan menyengat telapak tanganku.

Walhasil................................
Wadaaaaauuuuuwwwwwww.
Teriakanku lumayan membahana.

Akupun kalah olehnya.
Telapak tangan bengkak dan merah.
Sakitnya, ampuuuuunnnnnn.


 





Kucing
03062008

Dua kali sudah kejadian di hari ini.

Pertama kali siang tadi waktu melewati pasar menuju mess lama.
Seekor kucing asyik bermain di pingir jalan, berguling-guling tak hirau klason yang kubunyikan.

Akupun mengalah, minggir seminggir-minggirnya.
Ban belakang sebelah kiripun kejeblos keluar dari aspal.
Lho kok........
Mengalah, ........
............................menghindari kucing.

Malam ini, di dalam mobil angkutan karyawan.
(Mobil bak terbuka yang dimodifikasi dan dipasang atap danterpal
 Supaya gak kena panas dan hujan)
Pulang sudah malam karena harus nyelesaikan gaji staff.

Kendaraan tak begitu laju, biasa sajalah.
Ciiiiiiittttttt. Rem sangat mendadak.
Penumpang kaget dan nyusruk dengan sukses ke arah depan.
Saling bertubrukan.

..............................menghindari kucing.

Sang kucing melenggang dengan santainya.
Mobilpun kembali berjalan dengan degup jantung sang sopir yang lumayan kencang.

Lho kok ..............
..............................Kucing.
(Btw aku suka kucing sih, tapi yang bersih lucu, gemuk dan tentunya   nggemesin)

Jumat, 10 Juni 2011

Catatan kecil ...... (beberapa tahun lalu - jilid 02)


DHUAFA
Minggu 13 Juli 2008
Sebenarnya badan sakit semua.
Tapi semuanya dah hilang.
Beberapa jam lagi nyampe rumah.
Pengin meluk Bapak & Embokku

Naik Bus kota, dari Terboyo, Semarang menuju Boja.
Di Pasar Bulu, Semarang.
Nenek-nenek naik dan duduk di sebelahku.

Kondektur tarik ongkos si Nenek. Kurang seribu perak.
Kondektur ngotot, sang nenek bilang “bentar lagi”

Kulihat mukanya mendung.
“Kenapa Nek” tanyaku takut menyinggung perasaannya.
“Jualan baju bekas gak ada yang laku, duit tinggal seribu”

Deg.... jaman merdeka begini. Jualan baju bekas? Siapa mau beli?
-- Ini realita, Aangku sayang !!!!!! --
Gak bisa ngomong apa-apa.

Dalam perjalanan, seorang ibu mendermakan sedikit rejekinya.
Sang nenek menangis dan menawarkan sepotong batu bekasnya.
Sang dermawan menolak dengan anggun, “Saya ikhlas nek”

Deg... lagi.
Seberapa banyak kepingan hati yang masih ihklas berderma ditengah era orang berlomba meraih materi begini.

“Turun dimana nek?” Kutanya lagi dengan lembut.
“Pertigaan Cangkiran -nama kota kecamatan-, dah deket belum ?”
“Oh ,masih jauh nek, nanti saya bilang ke kondekturnya”

Sang nenek diam, tapi matanya merah, ada tetesan menggantung dimatanya.
“Kenapa Nek?”
“Semoga Tuhan membalas kebaikan Ibu tadi” katanya lirih.

Aku hanya terdiam.
“Nek, ini ada titipan dari Bapak dan Embokku, semoga berguna bagi nenek”

Nenekpun turun. Dan seribu rasa yang tak bisa kulukiskan bermunculan di benakku.
“Ya TUHAN, mohon kelanggengan atas kelimpahan rejeki yang telah KAU limpahkan kepadaku ini. Amin”  === Meski hambamu ini hanya seorang pendosa =====

Pelangi



INDAHNYA P E L A N G I
02062008

“Kulihat pelangi, dipagi hari ........
........ “

Ingat kan penggalan lagunya Koes Plus?
Tapi sore ini kulihat pelangi indah sekali.

Mungkin kamu akan berkata dalam hati
“ Ah, pelangi. Paling juga begitu saja”


Tapi pelangi yang terlihat sore ini benar-benar luar biasa.
Tidak hanya terhenti dicakrawala.
Tapi dia terus ke bawah melewati perbukitan yang hijau indah.

Pelangi tak berlatar belakang langit, tapi berlatar belakang hijaunya bukit.
Indahhhhhhhhhhh buwanget.
 Dan ternyata ujung kaki pelangi itu ada di kali.




Mungkinkah ada bidadari yang sedang mandi?
Ngintip yuuuuuuuuuuk.......








Rabu, 08 Juni 2011

Catatan kecil ...... (beberapa tahun lalu - jilid 01)

CUTI.. OH..CUTI

Selasa 15 Juli 2008
Dalam bayanganku, cuti.
Rehat sepenuhnya, setelah hampir 7 bulan kerja di tambang. High pressure.
I want to rest my body, my mind and my soul. Karena ya begitulah cuti-cutiku dulu.
(Di tempat kerjaku sekarang ini, inilah kali pertama cutiku)

HP bergetar, call dari headquarter.
“Ditunggu Boss, kapan ke kantor”
Hah ?????
Ke Kantor, ditunggu boss .................... and then,
........................................................................... stressing?

Aduh, sebelum cuti sudah lumyan stressing, kerja high pressure 10 jam sehari, 6 hari seminggu.
Menjelang leave, lebih stressing, kejar deadline biar job pending gak banyak, dibela-belain sampe nyusruk, nyium aspal tengah malam.

Hari pertama cuti, masih di hotel, more stressing, call dari headquarter tanya ini itu,
staff nekat ijin, gak masuk kerja.
Shit ...........!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! Garbage....................!!!!!!!

Hari kedua cuti, on the way to homeland.
Alih-alih menghindari stressing. HP penuh dengan pesan “Panggilan tak terjawab”
- Headquarter................. Asssssiiiiiiiinnnnnnn...............

Sampe homeland, pengin rehat, totally rest.
Pinjam HP ponakan, kasih kabar temen kantor kalo dah nyampe rumah.

Then calling from headquarter.
“Besok dateng ke kantor, Bapake mau ketemu, mau ngomong banyak.
Mau pergi ke Kalimantan tapi nunggu ketemu kamu dulu”

Kondisi badan gak fit, tensi naik. Kepala gak karu-karuan, bawaannya tegangan tinggi mlulu.
Batalin janji ke kantor, sms ke boss gak terkirim.

Calling lagi
“Jam berapa datang ke kantor? Sudah ditunggu”

Alamak jaaaaaaannnnn!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
Jadi kalo cuti emang harus nambah ya stressingnya.

Calling boss, gak bisa datang hari ini.
“Ya sudah besok datangnya pagi-pagi ya”

Suara dari seberang terdengar merdu sekali, seperti nyanyian pagi.




 
CUTI  Jilid 2


Rabu, 16 Juli 2008
Sesuai janjiku via telp kepada bos, aku dateng ke Headquarter.
Hmmm sekedar ber “say Hello” kepada rekan kerja & atasan juga.
Sekalian ada janji mau ketemu mas Adhe, ya palingan di kantor setengah harianlah.

Jam 09:20 nyampe kantor. Ketemu Accounting Head Dept.
“Hmmm gimana nih? Reportingnya kok gak ada yang beres?”
“He..he..he  maklum bu, serabutan jadi gak bisa fokus”

Alih-alih mo ngobrol casual.
Jam 10:00 malah diglandang ke ruang meeting.
Meetinglah, masa mau jamuan makan siang.
Ada Director, F&A Manager, HR&GA Manager, Technical Manager, Marketing Manager & Internal Auditor.

Akhirnya, acaranya adalah review terhadap administration performace yang amburadul.
1.      Petty Cash
2.      Bank
3.      Production
4.      Warehouse
5.      Operational
Dari semuanya, mestinya 3 item aja yang menjadi kerjaanku, itupun terima laporan jadi.

Realnya kesemuanya menjadi kerjaanku, masih ditambah HR division.
Itupun masih hasil mentah yang mesti aku lakukan pengolahan data dulu.
Ah...yang bener aja. Pantes kok serasa gak pernah ada beresnya kerjaan.
(Ya gini nih kerja tanpa Job Desc, tanpa SOP, dan tanpa System.
Just flow like a river, nah kalo kalinya banjir & airnya butek??????
Nah lho...!!!!!!)

Gimana Bos, PMnya gak becus delegasikan kerjaan sih.
Overlaping !!!!!!!!
Dan itu semua orang tahu itu.

Ya deh, tar balik ke site aku perbaiki adm performance, sesuai yang telah disepakati hari ini.